Selasa, 24 Agustus 2010

RESUME KRIMINALISTIK


PENGOLAHAN BEKAS


A.    BEKAS PSIKIS
Adalah kesan yang terdapat dalam ingatan orang. Bekas ini bersifat abstrak, tidak dapat dilihat dan diraba serta penjelmaannya berupa keterangan yang diceritakan oleh orang-orang itu.
a)      Penanganan saksi
a.       Melakukan interview dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada orang-orang/pihak-pihak yang diperkirakan/didugaa melihat, mendengar dan mengetahui sehubungan dengan kejadian tersebut.
b.      Dari hasil interview dapat digolongkan saksi-saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak pidana dan saksi yang tidak terlibat.
c.       Melakukan pemeriksaan singkat terhadap golongan saksi yang diduga keras terlibat dalam tindak pidanan gunan mendapatkan keterangan dan petunjuk lebih lanjut.
d.      Melakukan pemeriksaan terhadap korban, keadaan korban, penampilan korban, sikap korban, atau dibawa ke rumah sakit/dokter ahli untuk dimintakan visum et repertum.
b)      Penanganan pelaku
a.       Meneliti dan mengamankan bukti-bukti yang terdapat pada pelaku atau yang melekat pada pakaiannya.
b.      Melakukan pemeriksaan singkat untuk memperoleh keterangan sementara mengenai hal-hal yang dilakukannya sendiri maupun keterlibatanorang lain sehubungan dengan kejadian.
c.       Dalam kasus kejahatan susila yang lain (homosek dan lesbian) segera dimintakan visum et repertum kepada dokter ahli bedah bagi laki-laki, ahli kebidanan (ginekolog) untuk perempuan.
d.      Kalau dalam waktu singkat tersangka tertangkap segera diperiksa kedokter dan minta visum et repertum (jangan sampai sempat mencuci bekas-bekas noda darah atau sperma dan lain-lainnya).


c)      Pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK atau P3K)
a)      Arti PPPK adalah pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang sakit mendadak atau yang mendapatkan kecelakaan sebelum mendapat pertolongan seorang ahli/dokter.
b)      Pembuatan nafas buatan (Artifical respiration)
Caranya :
1)      Lakukan pernapasan buatan dengan segera.
2)      Lakukan sampai korban bernapas kembali, tapi kadang-kadang perlu waktu lama.
3)      Jaga jangan sampai ada perubahan irama pernafasan dan terus diawasi.
4)      Kecuali tidak tertolong lagi.
Untuk membuat cara pernafasan buatan ada 3 cara yang efisien :
1)      Cara Silvester (1858)
2)      Cara Schafer (1903)
3)      Cara Holger-Neilsen (1932)

B.     BEKAS PHISIK
Adalah bekas-bekas yang konkrit, misalnya mayat, luka, darah, pakaian (bukti mati)
1.      Mayat
a)      Penanganan korban mati
1.      Pemotretan mayat menurut letak dan posisinya. Pemotretan ini dotujukan pada bagian badan yang ada tanda-tanda yang mencurigakan.
2.      Menelitit dan mengamankan barang bukti yang berhubungan dengan mayat korban yang terdapat pada tubuh atau yang melekat pada pakaian korban dengan memperhatikan tanda-tanda kematian karena pembunuhan, tenggelam, keracunan, terbakar, dan gantung diri/bunuh diri.
3.      Memanfaatkan bantuan teknis dokter yang didatangkan dengan menanyakan tujuan hal-hal :
1)      Jangka waktu/lama kematian berdasarakan pengamatan tanda-tanda kematian antara lain kaku mayat, lebam mayat, dan tanda-tanda pembusukan.
2)      Cara kematian (mode or manner of death)
3)      Sebab-sebab kematian korban (course of death)
4)      Kemungkinan adanya perubahan posisi mayat pada waktu diperiksa dibandingkan dengan posisi semula pada saat terjadinya kematian.
4.      Memberikan tanda garis pada letak dan posisi mayat sebelum dikirim ke rumah sakit.
5.      Setelah diambil sidik jarinya segera dikirim ke rumah sakit untuk diminta visum et repertum dengan terlebih dahulu diberi label pada ibu jari kakinya atau bagian tubuh lain.
b)      Tanda-tanda mati
1.      Kematian adalah terhentinya tanda-tanda kehodupan secara permanen dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1)      Detak jantung tidak ada/berhenti.
2)      Denyut darah pada pergelangan tidak ada/berhenti.
3)      Muka pucat.
4)      Mata suram.
5)      Tidak ada reaksi bila mata atau bibir disentuh.
6)      Biji mata tidak mengecil bila diberi sinar terang.
7)      Tidak ada uap di mulut.
8)      Keluar bintik-bintik di kulit.
9)      Muka kaku.
Apabila diukur dengan waktu, maka terdapat gejala-gejala sebagai berikut:
1)      1 jam           - timbul bintik-bintik mayat
2)      1-3 jam        - badan masih lembek
3)      3-6              - kaku dimulai dari rahang, tengkuk, badan, lengan dan kaki.
4)      6-12                        - kaku sama sekali (Rigor Mortis)
5)      12-24          - mulai lembek lagi berturut-turut dari tengkuk, badan, lengan kaki
dan rahang.
6)      24 jam         - lembek sama sekali menuju proses pembusukan.
Secara garis besar ada 2 cara kematian:
1)      Kematian yang wajar akibat sakit.
2)      Kematian tidak wajar bukan akibat penaykit seperti pembunuhan, bunuh diri. Kecelakaan, dan lain-lain.
2.      Lebam mayat
Lebam mayat terjadi karena terhentinya aliran darah. Dengan gaya berat, maka butir-butir darah akan mengendap dibagian tubuh yang terendah. Lebam mulai timbul setelah 30 menit setelah kematian, sebagai bercak-bercak biru terbentuk sempurna. Lebam dapat dipergunakan untuk menentukan posisi waktu mati dan menentukan seba-sebab kematian secara kasar.
3.      Kaku mayat
Penyebab kaku mayat adalah perubahan kimiawi dalam otot dari perjalanan ke atau dari arah kepala ke kaki, berdasarkan bangunan tubuh karena otot-otot bagian kepala lebih kecil daripada dibagian kaki.
Dengan pemeriksaan, kaku mayat dapat diperkirakan lamanya kematian :
1)      Bila kaku tubuh sebagian, maka kematian berlangsung 5-6 jam.
2)      Bila kaku tubuh seluruhnya, maka kematian berlangsung 8-12 jam.
4.      Kejang mayat
Adalah kekakuan pada tubuh tertentu yang terjadi pada waktu menjelang ajal. Orang tersebut berada dalam keadaan kejiwaan yang sangat tegang dan otot bagian tubuh bersangkutan mengalami aktivitas tinggi.
5.      Penurunan suhu mayat
Selama 15-30 menit pertama, suhu tubuh belum turun karena masih menghasilkan panas. Penurunan suhu tubuh dipengaruhi :
1)      Keadaan tubuh korban (kurus atau gemuk)
2)      Pakaian yang dikenakan
3)      Tempat dimana berada
4)      Saat/waktu kematian misalnya pagi, sore, atau malam, dan
5)      Suhu pada saat kematian-demandie.
Oleh karena itu sulit menentukan kematian dengan berpedoman pada suhu tubuh mayat. Walaupun demikian sewcara kasar jika orang mati diraba masih hangat, matinya sudah 2 jam, tapi kalau dingin matinya sudah lebih 8 jam.
6.      Pembusukan
Pembusukan terlihatsetelah 24 jam kematian. Proses ini disebabkan oleh kuman-kuman dan getah-getah pencernaan dalam tubuh. Pembusukan di tempat lembab dan basah berjalan cepat dan luas. Sedangkan di tempat panas biasanya berjalan lamban.
7.      Mati lemas
Mati lemas adalah kematian yang terjadi karena tubuh kekurangan zat asam dan kelebihan zat arang, akibatnya terhentinya fungsi pernafasan dan peredaran darah.
Mati lemas dapat disebabkan oleh sebab-sebab mekanis, antar lain:
1)      Tersumbatnya saluran pernafasan (pembekapan, benda asing menyumbat saluran nafas/terselak, tenggelam)
2)      Penekanan pada dinding saluran nafas atas ( dicekik, dijerat, digantung)
3)      Penekanan pada dinding dada (orang tertindih benda berat, bayi tertindih selimut tebal.

2.      Luka-luka
a)      Pemeriksaan pada luka
1)      Dalam menentukan luka dipakai 3 derajad kualifikasi luka :
a)      Luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan sehari-hari atau luka ringan – pasal 352 KUHP.
b)      Luka yang menyebabkan penyakit atau halangan kerja sehari-hari untuk sementara – pasal 351 ayat 2 KUHP.
c)      Luka berat – pasal 90 KUHP.
2)      menurut pasal 89 KUHP yang dinamakan melakukan tindakan kekerasan adalah perbuatan yang menyebabkan orang pingsan atau tidak berdaya (lemah).
3)      Luka akibat kekerasan.
a)      Luka akibat kekerasan benda tumpul : luka memar, luka lecet, luka robek.
b)      Luka akibat kekerasan benda tajam : luka tusuk, luka iris, luka bacok.
c)      Luka akibat termbakan senjata api.
-          Luka tembak masuk jarak jauh
-          Luka tembak masuk jarak dekat
-          Luka tembak jarak sangat dekat
-          Luka tembak masuk tempel
-          Luka tembak keluar
Luka akibat kekerasan fisik
a)      Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi (luka bakar)
Terdiri dari 4 tingkatan :
1)      Berupa warna kemerahan pada kulit
2)      Terdapat gelembung-gelembung berisi cairan pada kulit yang terkena
3)      Kerusakan mengenai seluruh tebal kulit bila sembuh akan meninggalkan jaringan parut
4)      Kerusakan mengenai kulit, jaringan dibawah kulit, otot, sampai ke tulang. Terjadi proses pengarangan.
b)      Luka akibat kekerasan oleh suhu rendah
-          Di Indonesia jarang/hampir tidak dijumpai
-          Disebut juga frost bite.
-          Terjadi kematian jaringan karena rusaknya system peredaran darah dan persarafan.
c)      Luka akibat listrik
-          Mempunyai gambaran yang khas. Pada tempat kontak, kulit menunjukkan luka bakar dengan tepi yang menimbul.
-          Sekitarnya tampak daerah pusat dan luarnya lagi terdapat daerah kemerahan.
-          Pada temapat keluarnya arus listrik terdapat luka lecet atau robek.
Luka akibat zat kimia
a)      Luka akibat asam kuat
-          Menyebabkan terserapnya cairan dari sel kulit
-          Terjadinya penggumpalan protein
-          Luka tampak sebagai bagian yang kering dan teraba keras
-          Umumnya tidak menyebabkan kematian, kecuali bila meliputi permukaan tubuh yang sangat luas.
b)      Luka akibat basa kuat.
-          Basa kuat yang mengenai kulit akan dapat memasuki sel.
-          Terjadi reaksi penyabunan, menyebabkan sel menggelembung, basah, dan memberikan perabaan licin.
b)      Visum et Repertum (VR)
a.       Pengertian
Adalah suatu lapoan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah serta menggunakan pengetahuannya atas apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban atau benda lain, guna kepentingan yustisi (pro yustisia).
b.   Kegunaan VR
Sangat penting gunanya dan peranannya dalam bidang pengadilan. Visum sangat membantu bagi hakim dalam usahanya membuat terang suatu perkara. Umumnya keterangan dokter ahli dalam visum et repertum, dibaut berdasarkan objektivitas dan hasilnya sangat mendekati kebenaran. Visum et repertum merupakan pengganti korban dalam siding pengadilan
c.       Dasar hukum
1)      Ordonansi setelah 1937, LN No.350 tanggal 22 Mei 1937
a)      Visum et repertum mempunyai daya bukti disidang pengadilan.
b)      Visum et repertum dibuat diatas sumpah jabatan keahlian(dokter).
2)      Beberapa pasal KUHP
3)      KUHAP pasal 133 ayat 1 keterangan ahli
d.      Sanksi hukuman
1)      Pasal 216 KUHP
2)      Pasal 224 KUHP
3)      Pasal 522 KUHP
4)      Pasal 322 KUHP atau pasal 112 KUHP (tindakan administratisi)
e.       Jenis visum et repertum
1)      Visum et repertum untuk orang hidup
a)      Visum et repertum biasa
b)      Visum et repertum sementara
c)      Visum et repertum lanjutan
2)      Visum et repeetum orang mati, kesimpulan memuat :
a)      Jenis luka yang ditemukan
b)      Penyebab terjadinya luka
c)      Kualitas luka pada orang hidup atau sebab kematian pada mayat sebagi hasil bedah mayat(otopsi)
f.       Prosedur permintaan Visum et Repertum
1)      Visum et repertum diajukan oleh penyidik (polisi) secara tertulis (formulir diserahkan bersama ) waktu korban diantar kerumah sakit.
2)      Untuk korban mati (mayat) pada ibu jari kaki kanan diberi label yang disegel dengan memuat nama (identitas korban), tanggal kejadian, keterangan sinkat kejadian, nama dan identitas petugas yang meminta visum et repertum.
3)      Tidak dibenarkan meminta visum et repertum atas kejadian yang lampau karena bertentangan dengan rahasia jabatan dokter yang bersangkutan. Keadaan pada saat visum et repertum diberikan sesuai dengan tanggal permintaan.
4)      Untuk korban hidup harus pergi ke dokter yang ditunjuk penyidik untuk meminta visum et repertum. Kemudian bila korban menghendaki perawatan dokter lain, pertama memberikan kepada polisi untuk meminta visum et repertum lanjutan dari dokter lain tersebut.
5)      Untuk korban mati (mayat) tidak dibenarkan meminta visum et repertum pemeriksaan diluar saja, tetapi harus minta visum et repertum otopsi (bedah mayat) atau tidak.
6)      Jika keluarga korban menolak korban untuk dibedah mayat ada dua cara untuk mengatasinya :
a)      Keluarga diberi penjelasan bahwa apabila tidak diotopsi kemungkinan nati digali kembali, bila hakim meminta.
b)      Dikenakan pasal 222 KUHP kepada keluarga dengan tuduhan menghalangi atau menggagalkan kemeriksaan korban/mayat dengan ancaman hokum 9 bulan penjara.
7)      Untuk memudahkan pemeriksaan permintaan visum et repertum harus dicantumkan keterangan selengkapnya tentang korban, seperti kejadiannya, ja ditemukan, jam kematian, identitas, dan lain-lain. Untuk mayat lebih dari satu, permintaab dibuat sendiri (tidak digabungkan).
8)      Apabila suatu tempat yang jauh, tidak ada rumah sakit, puskesmas, tidak ada pegawai kesehatan, apalagi dokter, maka untuk korban (terutama mayat) dibuat surat keterangan atau berita acarapemeriksaan, yang dibuat oleh para pejabat pemerintah. Hal tersebut disebut komisi dan surat keterangan tadi berfungsi sebagai keterangan saja pada siding pengadilan (tidak memiliki daya bukti)


IDENTIFIKASI
      Penentuan identitas seseorang adalah salah satu tugas kepolisian dari seluruh lingkup tugas kepolisian. Penentuan identifikasi tidak hanya pada orang yang mati saja, tetapi kadang-kadang juga menyangkut orang hidup.
      Seseorang yang diketemukan petugas POLRI, misalnya sulit diadakan kontak pembicaraan dan tak diketemukan keterangan identitas dari seseorang yang mengalami gangguan ingatan mungkin oleh karena luka di kepala oleh suatu sebab, atau memang orang itu menederita sakit jiwa.
      Untuk kepentingan/nasib orang itu maka petugas POLRI mencari keterangan siapa sebenarnya orang tersebut. Apakah ada keluarga atau saudaranya ya ng tinggal di daerah itu ketika ia diketemukan.
      Agar orang tersebut bisa diserahkan kepada keluarga/saudaranya atau mesti dititipkan di rumah sakit jiwa/rumah penampungan, kalau ada maka perlu dicari dan ditentukan identitas orang tersebut.
      Sedangkan mayat akibat perbuatan pidana yang oleh pelakunya diusahakan agar tidak dikenal siapa sebenarnya korban tersebut, maka kadang-kadang mayat iru dirusak/dipotong-potong dan sebagainya. Mungkin pula karena terlalu lama diletakkan di suatu tempat mungkin dimakan burung atau anjing, sehingga sulit dikenal identitasnya.
      Mungkin pula kematian wajar akibat penyakit sewaktu seseorang dalam perjalanan/berkenalan, maka setelah meninggal tidak segera ketahuan. Hal ini dapat terjadi akibat perubahan, baik karena pembusukan maupun sebab-sebab lain, sehingga tidak dapat dikenal identitasnya.


Untuk mencari dan menentukan identitas perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1)  Identitas untuk orang hidup
a)  Penampilan secara umum (general appearance).
1.      Tinggi badan.
2.      Berat badan.
3.      Jenis kelamin.
4.      Perkiraan umum.
5.      Warna kulit.
6.      Rambut.
7.      Mata.
8.      Dan lain-lain sinyalemen diri, misalnya jaringan perut, tato dan sebagainya.
b)  Pakaian
Pengenalan pakaian ini sepenuhnya adalah tugas kepolisian yang setiap anggota POLRI harus mahir melakukannya. Dengan membuat catatan daftar ciri-ciri pakaian secara lengkap.
c)      Sidik jari
Hal ini merupakan tugas kepolisian untuk membuat/mengambil sidik jari dan mencari apakah sebelumnya pernah disimpan dalam berkas POLRI. Sidik jari tidak akan berubah karena umur maupun karena luka.
d)     Jaringan perut
Jaringan perut daat berasal dari luka-luka maupun akibat-akibat operasi. Misalnya, jaringan perut bekas operasi usus buntu.
e)      Tato/rajahan kulit
Seperti jaringan perut catat sifat-sifat dan kadang-kadang jelas terbaca suatu nama atau kalimat tersebut. Perhatikan warna dan pola rajahan tersebut.
f)       Kesadaran
Catat keadaan tingkat kesadaran, apakah betul-betul sadar, setengah sadar, mengigau dan lain-lain, kelainan kejiwaan. Bila ada dokter POLRI mintakan bantuannya, atau kirimkan orang tersebut ke rumah sakit/dokter bilamana perlu dioperasi di rumah sakit.


g)      Antropometrik
Bilamana perlu mintalah bantuan dokter/ahli untuk membuat pemeriksaan antropometrik, difoto serta dibuat foto dengan sinar rontgen, dan lain-lain.
h)      Medik
Mungkin perlu bantuan kedokteran pula untuk membantu menentukan identitas seseorang dari beberapa aspek kedokteran, misalnya :
1.      Laboratorium untuk pemeriksaan golongan darah.
2.      Aspek kedokteran gigi (odontologi forensik) untuk membuat rekaman gigi geligi (dental rekording).
2)      Identifikasi dari mayat/kerangka
      Persoalan identitas mayat timbul biasanya dalam keadaan sebagai berikut :
a.       Mayat yang baru dan tidak dirusak, misalnya diketemukan di sungai, tetapi tidak ada sarana identitas yang diketemukan seperti KTP dan lain-lain.
b.      Mayat atau kelompok mayat yang mengalami luka-luka parah. Misalnya, pada kecelakaan pesawat terbang dan lain-lain, yang dengan cara visum et repertum tidak mungkin ditentukan identitasnya.
c.       Mayat yang mengalami kehancuran yang lanjut akan tinggal kerngka saja. Untuk itu perlu bantuan ahli atau dokter untuk mencari identitas dengan menentukan :
1)      Tinggi.
2)      Jenis kelamin.
3)      Umur.
4)      Kelainan-kelainan pada tulang.
5)      Gigir geligi.
Hal tersebut mungkin sekali dapat membantu menentukan identitas setapi seseorang.
Untuk mencari identitas seseorang dalam keadaan seperti hal-hal tersebut di atas maka perlu aplikasi ilmu kedokteran, kehakiman dalam hal ini tidak hanya pemeriksaan luar saja, tetapi mutlak perlu pemeriksaan dalam (otopsi). Pemeriksaan luar dilakukan seperti pada orang hidup.



TEMPAT KEJADIAN PERKARA

Tempat kejadian perkara – TKP adalah tempat suatu tindak pidana dilakukan/terjadi atau akibat yang ditimbulkannya. Merupakan tempat-tempat lain yang dijadikan temuan barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana.
Penanganan tempat kejadian perkara adalah tindakan penyidik yang dilakukan di TKP dengan : a. Tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TPTKP)., b. Pengolahan tempat kejadian perkara (Crime Scene Processing).
TPTKP adalah tindakan penyelidik atau Penyidik Kepolisian di TKP segera setelah terjadi tindak pidana, untuk melakukan pertolongan pada korban, penutupan dan pengamanan TKP guna penyidikan lebih lanjut.
Pengolahan TKP adalah tindakan/kegiatan-kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, menaganalisis, mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, bukti-bukti, serta identitas tersangka, guna memberi arah kepada penyidikan selanjutnya.
Sistem penyidikan merupakan sistem yang digunakan oleh Kepolisian RI adalah sistem untuk mengusahakan atau mengungkapkan pokok-pokok masalah sebagai berikut :
1. Siapa korban, pelaku, saksi dan lain-lain.
2. Apa yang terjadi, tindak pidana apa.
3. Di mana telah terjadi.
4. Dengan alat apa yang digunakan.
5. Mengapa, apa motifny, alasannya.
6. Bagaimana caranya.
7. Bilamana kejadian tersebut dilakukan (waktu kejadian).

SIDIK JARI
Jari-jari manusia dapat dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu:
  1. golongan besar L (dari kata Loop yang berarti : Sangkutan).
Yang termasuk golongan besar L adalah:
1.      Sangkutan, dibagi atas:
-          Sangkutan delta kiri dan sangkutan delta kanan
-          Sangkutan ulnar
-          Sangkutan radial
2.      Busur
3.      Tiang busur
b.      Golongan besar W
Yang termasuk golongan besar W adalah:
1.      Lingkaran
Garis papilair pusat dari pokok gambar dapat berupa :
-          bulat penuh
-          bulat panjang
-          pilin tunggal
-          pilin rangkap
Garis papiliar dari pokok gambar berupa:
1.      Bulat penuh
2.      Bulat panjang
3.      Pilin tunggal
4.      Pilin rangkap
Menurut arah jalan garis-garis papiliar dari pilin ini gambarnya masih dapat dibedakan antara : pilin yang berputar kearah kiri dan pilin yang berputar kearah kanan.
Dengan demikian kita memperoleh gambar-gambar:
a.       Pilin tunggal putaran kiri
b.      Pilin tunggal putaran kanan
c.       Pilin rangkap putaran kiri
d.      Pilin rangkap putaran kanan
1.      Bulat penuh, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Garis papiliar pusat berupa bulatan 360 derajat
c.       Bila garis papiliar ini putus, maka sambungannya harus dapat dipertemukan, sehingga merupakan bulatan 360 derajat juga
d.      Bila ditengah-tengah bulatan tadi masih terdapat juga satu titik, maka gambar ini masih juga termasuk sebutan bulat penuh.
2.      Bulat panjang, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Garis papliar pusat pokok gambar berbentuk bulat panjang
c.       Bila garis ini putus dan sambungannya dapat merupakan suatu bulat panjang, maka gambar ini masih merupakan bulat panjang.
d.      Bila ditengah-tengah garis papliar pusat yang berbentuk bulat panjang terdapat sebuah garis yang menuju kea rah kepanjangan jari juga masuk sebuatan bulat panjang.
3.      Pilin tunggal, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Garis papiliar pusat pokok gambar dimulai dari suatu titik di tengah-tengah dari titik ini garis tersebut berlingkar-lingkar sehingga memenuhi pokok gambar.
4.      Pilin rangkap, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Garis papliar pusat pokok gambar adanya rangkap, masing-masing berjalan searah.
c.       Kadang-kadang garis papiliar bersambung sehingga tidak terdapat titik permulaan.
1)      Saku sisi, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Dalam gambar ada dua bentuk gambar sangkutan
c.       Jalan kedua garis papiliar pusat masing-masing sangkutan berjalan searah
d.      Letak ujung garis papiliar pusat sangkutan yang satu menggantung diatas sangkutan yang lain ditepi, seperti suatu saku.
e.       Kedua garis papiliar pusat dari masing-masing sangkutan tidak boleh salin kait-mengkait.
f.       Masing-masing pangkal garis papliar pusat sangkutan terletak pada tepi yang bersamaan.
2)      Sangkutan kembar, ketentuannya :
a.       Terdapat dua delta
b.      Terdapat dua bentuk sangkutan
c.       Jalan kedua papiliar pusat masing-masing sangkutan tidak boleh saling kait-mengkait.
3)      Saku dalam, ketentuannya :
a.       Sepintas lalu bentuknya seperti gambar sangkutan biasa.
b.      Salah satu garis papliar pokok gambar membentuk suatu delta yang merupakan suatu saku.
c.       Di dalam saku ini terdapat salah satu bentuk : 1. Bulat penuh, 2. Bulat panjang, 3. Pilin tunggal, 4. Pilin rangkap yang semuanya ini terdapat pada gambar lingkaran.
d.      Terdapat dua delta
4)      Gambar luar biasa, ketentuannya :
a.       Tidak dapat dimasukkan atau digolongkan dalam salah satu gambar yang telah dibahas di depan
b.      Dalam satu gambar paling sedikit harus terdiri dari dua campuran gambar dari golongan L dan W
c.       Jumlah delta tidak dapat ditentukan

SIDIK BIBIR
1.      Metode merekam dan analisis
Metode merekam sidik bibir dilakukan dengan memakai bahan cetak gigi yaitu alginat. Alginat yang digunakan sebaiknya mempunyai waktu pengerasan yang sedang. Tahap pertama, lapisan pertama tipis dengan keenceran tertentu, kemudian setelah kering diberi lapisan kedua sebagai bahan penyokong cetakan negatif tersebut. Dari cetakan negatif kemudian diubah menjadi cetakan positif dengan bahan gipsum halus yang bertipe keras. Cetakan positif inilah yang akan dianalisis.
2.      Hasil telaah sidik bibir pada populasi
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas ciri ragawi sidik bibir pada dua kelompok populasi di Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DIY dan Kabupaten Kupang Propinsi NTT. Pola sidik bibir yang digunakan dari Suzuki (1970), oleh karena dalam penelitian awal, pola ini paling memungkinkan untuk menampung pola sidik bibir populasi di Indonesia. Di samping itu terungkap pula sidik bibir tipe horizontal pada kedua kelompok populasi tersebut, yaitu pola yang berawal dari sisi lateral ke arah garis median. Gunung Kidul Propinsi DIY yang berdiam di bagianselatan, berbeda bermakna dengan kelompok populasi Kabupaten Kupang Propinsi NTT yang berdiam di bagian timur.
3.      Prospek Sidik Bibir di Masa Depan
Di masa depan tidak tertutup kemungkinan kelompok kriminal mempunyai organisasi yang mapan dan mempunyai laboratorium yang lebih canggih berikut SDM yang dimilikinya daripada para penegak hukum. Dengan demikian kelompok kriminal akan dengan mudah menghilangkan njejaknya, dan barangkali di masa depan masalah politik akan mewarnai dengan target menyudutkan lawan politiknya.
Identifikasi dengan sidik bibir tampaknya akan lebih banyak ke masalah seksual. Paling menarik untuk dilaporkan bahwa kasus pembunuhan di Jepang terungkap karena tertinggalnya sidik bibir pada sampul surat dan penutup bagian tubuh wanita yang sangat pribadi. Keunggulannya, tampaknya tidak ada orang yang mencium lawan jenisnya dengan menutup bibirnya. Apakah mungkin di kemudian hari berkembang sarung bibir, atau kondom bibir, sama seperti munculnya sarung tangan untuk menghindari tertinggalnya sidik jari. Dengan demikian setiap ciri ragawi ataupun ciri nonbiologis selain mempunyai keunggulan juga mempunyai kelemahan. Hal ini terlihat juga pada sidik bibir.
Untuk itu segala upaya untuk kelengkapan barang bukti harus selalu dikembangkan agar tidak terjadi menghukum orang yang benar. Upaya ini harus ada kerjasama para penegak hukum dengan saksi ahli, melalui perkumpulan suatu profesi.
Melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih mendalam, serta pendekatan multidisipliner maka tidak tertutup kemungkinan sidik bibir dapat digunakan sebagai bahan identifikasi alternatif. Selanjutnya sidik bibir dapat berperan sebagai bahan identifikasi baik sebagai peran utama maupun sebagai peran pendamping untuk dapat mendukung proses hukum ataupun sebaliknya. Ramalan model kriminalitas di abad mendatan (milenium ketiga) tidak boleh dilupakan. Dengan demikian para penegak hukum akan selalu siap dengan persoalan yang mungkin akan muncul di masa mendatang.

Tidak ada komentar: