Selasa, 24 Agustus 2010

TUGAS HUKUM PIDANA EKONOMI

TINDAK PIDANA EKONOMI
KEBERATAN PUTUSAN “IN ABSENTIA”

KASUS POSISI

·         Pada bulan April 1989 Yasin (Fei Young Sin) dan Santosa membuat perjanjian hutang-piutang sebesar US$400.000. berkenaan dengan perdagangan kayu.  Sebagai debitur Yasin menjadikan rumah miliknya di Jalan Pangandaran IX/17 Ancol Jakarta Utara atas nama : Soviawati Wijaya, isterinya, sebagai jaminannya.  Rumah tersebut menurut perjanjian hutang-piutang itu ditetapkan seharga sama dengan jumlah hutang Yasin.

·         Oleh karena sebagai Debitur Yasin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat yang telah ditentukan, maka rumah yang dijadikan jaminan beralih ketangan Santoso.  Peralihan rumah jaminan hutang-piutang kepada Santoso itu dituangkan dalam surat jual-beli dibawah tangan dengan persetujuan Soviawati Wijaya tertanggal 17 April 1989.

·         Semua surat-surat bukti Pemilikan rumah yang dibeli Yasin dari PT Pembangunan Jaya, berdasarkan Perjanjian Jual-Beli No. 22/PA/RE/1983, diserahkan kepada Santoso, kecuali Sertifikat, karena tanah diatas rumah itu didirikan memang belum bersertifikat.
Pengalihan rumah milik Yasin itu disaksikan oleh Theodora dan Yulius Wijaya.

·         Meskipun surat jual-beli yang dibuat Yasin dan Santoso sebenarnya memuat ketentuan, agar pengalihan rumah dilakukan dihadapan Notaris; hal itu tidak ditaati oleh kedua belah pihak.  Santoso juga tidak segera membalik namakan surat-sruat pemilikan rumahnya di Notaris.

·         Tahun 1990 Yasin menjadi Tersangka utama kasus Manipulasi Sertifikasi Eksport.  Sehubungan dengan kasus itu pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menyita sejumlah harta kekayaan yang diperkirakan milik Yasin, sebagai barang bukti termasuk rumah di Jalan Pangandaran IX/17 yang masih atas nama Soviawati.  Berita Acara Penyitaan rumah sebagai barang bukti ditandatangani oleh Soviawati isteri Yasin yang mengaku rumah tersebut adalah miliknya.

·         Yasin melarikan diri, sehingga ia menjadi Terdakwa “in absentia” dalam perkara pidana ekonomi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 54/Pid/Ek./1990/PN.Jkt.Ut.

·         Pengadilan Negeri/Ekonomi Jakarta Utara pada tanggal 14 Februari 1991 dalam peradilan yang terdakwanya (Yasin) in absentia, memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut: “Merampas untuk Negara barang-barang bukti berupa : Sebuah rumah terletak di Jalan Pangandaran IX/17, Ancol Jakarta Utara.”
      Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu diumumkan dalam Berita Negara tanggal 19 Juli 1991 dan diberitakan oleh Harian Merdeka tanggal 7-22-Mei 1991.

·         Oleh karena merasa sebagai Pemilik yang sah atas rumah Jalan Pangandaran Ancol tersebut, Santoso mengajukan keberatan atas amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan ia mohon perlindungan hukum, agar tidak menderita kerugian akibat amar putusan yang menyatakan: rumah di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara dirampas untuk negara.

·         Dalam Surat Keberatan tersebut, Santoso mohon kepada Pengadilan Negeri agar memberikan putusan sebagai berikut:

PRIMAIR
1.   Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
2.   Menyatakan Pemohon adalah Pemohon yang baik dan benar;
3.   Menyatakan barang bukti berupa rumah (dan tanah) di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol - Jakarta Utara yang diperoleh Pemohon berdasarkan Surat Pengikatan Jual Beli tanggal 17 April 1989 adalah milik Pemohon;
4.   Menyatakan amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 54/Pid/Ek/ 1990/PN.Jkt.Ut. yang berbunyi “Merampas untuk negara barang bukti berupa sebuah rumah terletak di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara, diubah dan diperbaiki dengan menyatakan barang bukti tersebut “dikembalikan kepada Pemohon.”
5.   Biaya perkara menurut hukum;

SUBSIDAIR: ex a’quo et bono

PENGADILAN NEGERI:
·         Majelis Hakim Pertama yang mengadili perkara ini, memulai pemeriksaannya dengan meneliti apakah jual-beli rumah itu sah atau tidak.  Majelis menilai Surat Perjanjian Hutang-Piutang dengan jaminan rumah itu bukan perjanjian penjaminan hutang (borg tocht) yang murni, karena disangkutpautkan dengan perdagangan kayu.
Jika berubah menjadi jual-beli, apalagi dengan perjanjian tersendiri, maka tidak termasuk pada apa yang disebut dengan “milik beding” yang dilarang itu.

·         Mengenai jual-beli dibawah tangan, majelis merujuk pada beberapa Putusan Mahkamah Agung berikut:
1.   Putusan MA RI No. 126 K/Sip/76 tanggal 4 April 1978 mengulangi Putusan MA RI No. 123/Sip/70 tanggal 19 September 1970 (Yurisprudensi I-II 1978): sah tidaknya jual beli tidak terkait pada pasal 19 PP No. 10 tahun 1961.
      Peraturan Pemerintah ini bukan satu-satunya jalan untuk sahnya Peralihan Hak Milik.  Akta PPAT hanya alat bukti.
2.   Putusan MA RI No. 3352 K/Sip/1983 tanggal 23 April 1986 (Varia Peradilan No. 11).  Jual beli tanah bersertifikat tidak dihadapan PPAT adalah sah.

3.   Putusan MA RI No. 3415 K/Pdt/85 tanggal 28 Januari 1987 (Varia Peradilan No. 21): “Menurut Hukum Adat, jual beli tanah adalah sah, meskipun tidak dihadiri Kepala Desa, tapi disaksikan oleh beberapa orang, sudah dibayar dan barangnya sudah diserahkan.”

·         Majelis menilai jual beli dengan bukti P-4 (Surat Pengikatan Jual Beli tanggal 17 April 1989) adalah sah dengan pertimbangan sebagai berikut:
·         tanah/rumah Termohon belum bersertifikat.
·         jual beli disetujui oleh isteri penjual.
·         pembayaran telah dilakukan.
·         surat-surat sudah diserahkan.
·         penyerahan kunci disaksikan saksi-saksi.
·         rumah sudah diterima dan dihuni pembeli.
      Maka jual beli yang dilakukan berdasar bukti P-4 (Surat Pengikatan jual beli tanah/rumah) adalah sah.

·         Majelis tidak dapat menerima pendapat Kejaksaan yang menganggap jual beli tersebut belum sempurna, karena belum dilakukan “Levering” yang merujuk pada Putusan MA RI No. 674 K/Pid/1989 tanggal 8 Desember 1990 (Varia Peradilan No. 69): “Menurut jiwa Undang-undang Agraria dan Yurisprudensi tetap, jual beli tanah bersifat kautante handeling sesuai hukum adat tidak dikenal feitelijk levering.”

·         Dengan pertimbangan tersebut, Majelis berpendirian bahwa Pemohon terbukti secara sah dan meyakinkan adalah pemilik rumah yang terletak di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara, artinya orang yang berkepentingan terhadap pembatalan penyitaan itu.  Dan oleh karena tidak terbukti sebaliknya, Pemohon harus dianggap pembeli yang beritikad baik, sehingga harus dilindungi, serta keberatannya harus dikabulkan.




·         Atas dasar alasan yuridis tersebut, maka Majelis memberikan Putusan sebagai berikut:

1.   Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
2.   Menyatakan Pemohon adalah Pemohon yang baik dan benar;
3.   Menyatakan barang bukti berupa rumah berikut tanah yang terletak di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara yang diperoleh Pemohon berdasarkan jual-beli tersebut adalah sah.
4.   Menetapkan amar putusan (in absentia) Pengadilan Negeri/Ekonomi Jakarta Utara No. 54/Pid/B/Ek/1990 PN.Jkt.Ut. tanggal 14 Februari 1991 yang berbunyi: “Merampas untuk Negara barang bukti berupa sebuah rumah terletak di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara diubah dan diperbaiki dengan menyatakan barang bukti berupa rumah (berikut tanah) tersebut, “dikembalikan kepada Pemohon.”
5.   Membebankan biaya permohonan keberatan ini kepada Negara.

MAHKAMAH AGUNG RI:

·         Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut, ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum dan mohon pemeriksaan Kasasi dengan alasan Kasasi sebagai berikut:

·         Santoso Pukarta hanya memiliki “Akte Jual Beli di bawah tangan” yang didaftarkan ke Notaris.  Pengikatan bawah tangan tidak memiliki legalisasi pembuktian.  Santoso tidak mengajukan keberatannya ketika rumah dan tanah disita.  Dua orang saksi yang diajukan bukan orang yang berkepentingan dan ini melanggar UU.

·         Putusan MA No. 3415 K/Pdt/1985 dan No. 674 K/Pdt/1989 adalah tanah adat, tidak sesuai jika diterapkan untuk kasus ini, karena para pihak adalah sama dengan WNI Keturunan Cina.  “Putusan in Absentia”, seharusnya tidak perlu menunggu tanggal 7 Mei 1991 atas dasar azas cepat sederhana, biaya ringan.  Pengadilan Negeri juga tidak meneliti keabsahan bukti-bukti Kejaksaan Pengadilan Negeri tidak mendengar keterangan Kejaksaan sebagai Pembantah dan tidak diberi kesempatan menanggapi keterangan para saksi Pemohon.

·         MAHKAMAH AGUNG setelah memeriksa perkara ini, tidak membenarkan alasan kasasi tersebut, karena berdasarkan pasal 16 UU No. 7/Drt/1955 tidak dapat dimintakan banding atau kasasi sehingga permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima.

·         Akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan : Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

CATATAN:
·         Dari Putusan Mahkamah Agung tersebut di atas dapat diangkat Abstrak Hukum sebagai berikut:
·         Putusan “in absentia” oleh Pengadilan Ekonomi amarnya menyatakan: “Merampas untuk negara barang bukti berupa sebuah rumah yang terletak di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara.”

·         Pihak ketiga yang berkepentingan, mengajukan keberatan terhadap Putusan in absentia tersebut, khususnya amar yang menyatakan : barang bukti berupa rumah di Jalan Pangandaran IX No. 17 Ancol Jakarta Utara dirampas untuk Negara.

·         Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan atas putusan in absentia tersebut.

·         Hakim yang memeriksa keberatan atas putusan in absentia Pengadilan Negeri/Ekonomi tersebut, kemudian memberikan putusan.
·         Putusan Hakim terhadap “perkara keberatan” yang diajukan oleh pihak berkepentingan yang berkaitan dengan peradilan in absentia (Tindak Pidana Ekonomi), tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.

Tidak ada komentar: