Selasa, 24 Agustus 2010

TUGAS SURAT-SURAT BERHARGA “Penjelasan Pasal 100 KUHD Tentang Wesel Dan Pasal 180 KUHD Tentang Cek”

Pasal tentang Surat-wesel

Pasal 100 Tiap-tiap surat-wesel berisikan :
Sub 1. nama “surat wesel” yang dimuatkan didalam teksnya sendiri dan diistilahkan dalam bahasa surat itu ditulisnya.
Maksudnya : Didalam wesel harus ditulis nama “surat-wesel”, yang biasanya ditulis dibagian atas tengah atau dibagian kepala surat. Fungsinya untuk menegaskan bahwa jenis surat itu adalah wesel sehingga orang akan mudah tahu apakah surat tersebut surat wesel atau bukan. Selain itu klausula wesel harus ditulis dalam bahasa yang dipakai untuk surat, wesel itu, artinya jika surat wesel itu dibuat dalam bahasa Indonesia, klausula wesel harus dalam bahasa Indonesia.

Sub 2. perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Maksudnya :Yang dimaksud tak bersyarat di sini, menurut Mr. Scheltema adalah tidak boleh digantungkan pada suatu syarat tertentu, yang sifatnya menghalangi atau tidak memperlancar pembayaran surat wesel itu. Misalnya tidak boleh digantungkan pada ada atau tidaknya hutang tersangkut pada penerbit, penerbit pernah berhutang kepada tersangkut yang belum dibayar, pembayaran harus dilakukan sebagian saja, dan lain-lain.
                    Pembayaran tak bersyarat itu harus berupa uang, bukan berupa barang. Jika bukan berupa uang, itu bukan surat wesel. Pembayaran berupa uang itu harus sudah tertentu jumlahnya itu ditulis di dalam teks surat wesel.

Sub 3. nama orang yang harus membayarnya.
Maksudnya : surat-wesel harus memuat identitas orang yang harus membayarkan atau mengirimkan sejumlah uang tersebut, agar apabila timbul permasalahan dikemudian hari dapat dengan mudah dicari orang yang bersangkutan. (nama orang yang wajib membayar wesel pada hari bayar).

Sub 4. penetapan hari-bayarnya.
Maksudnya : dalam surat-wesel hari pembayaran ditetapkan sesuai dengan perintah dalam surat tersebut. Biasanya hari bayar ditetapkan bersamaan dengan perintah pembayaran tersebut diberikan. Apabila tidak memuat hari bayar maka wesel tersebut dipandang sebagai wesel unjuk (zichtwissel), yaitu wesel yang dapat dimintakan pembayarannya pada saat wesel tersebut ditunjukkan kepada tersangkut/akseptan, tanpa harus terlebih dahulu dimintakan akseptasi.

Sub 5. penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan
Maksudnya : tempat pembayaran sejumlah uang tersebut harus ditetapkan didalam surat-wesel. Tempat pembayaran ini biasanya dilakukan di kantor pos yang sesuai keinginan orang yamg memberi perintah pembayaran. Apabila wesel tersebut tidak memuat tempat dimana pembayaran harus dilakukan maka yang dianggap sebagai tempat pembayarannya adalah tempat tinggal tersangkut/akseptan.

Sub 6. nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk olehnya, pembayaran harus dilakukan.
Maksudnya : identitas penarik (penerima) atau orang yang diberi kuasa oleh penerima untuk menarik uang tersebut. Setiap wesel dapat dialihkan secara endosemen kepada orang yang ditunjuk (order) kecuali apabila ditegaskan, bahwa wesel tidak dapat dialihkan.

Sub 7. tanggal dan tempat surat-wesel ditariknya.
Maksudnya : tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan. Tanggal dan tempat ini harus sesuai dengan yang diperintahkan. Dengan demikian dapat ditentukan pula hari bayar yang dihitung sejak tanggal penerbitan surat wesel. Selain itu, perlu juga menentukan apakah penerbit ketika manandatangani surat wesel itu sudah dewasa atau belum. Jika belum dewasa, ia tidak wenang malakukan perbuatan hukum. Mungkin saja terjadi ketika penerbit menandatangani surat wesel itu ia belum dewasa. Hal ini dapat mempengaruhi soal sah tidaknya perikatan dasar yang menjadi latar belakang penerbitan surat wesel.

Sub 8. tanda tangan orang yang mengeluarkannya (penarik).
Maksudnya : Tanda tangan penerbit harus ada pada surat wesel, sebab surat wesel itu adalah suatu akta, sedangkan tanda tangan adalah syarat mutlak bagi suatu akta. Akta ini adalah bukti dalam suatu perbuatan hukum, yaitu perbuatan menerbitkan surat wesel, karena ada perikatan dasarnya dengan segala akibat hukumnya. Dengan adanya tanda tangan pada surat wesel, penerbit surat wesel itu bertanggung jawab terhadap segala akibat hukumnya seandainya pemegang surat wesel itu tidak memperoleh pembayaran dari tersangkut (akseptan) pada hari bayar. Kewajiban penerbit menjamin pembayaran pada hari bayar, merupakan kewajiban pokok yang tidakdapat dielakkan. Pemegang surat wesel yang jujur tidak boleh dirugikan. Seandainya pemegang tidak memperoleh pembayaran dari tersangkut (akseptan), dengan bukti akta protes non pembayaran, pemegang memintakan pembayaran kepada penerbit.


Pasal tentang Cek
Pasal 180 KUHD
Tiap-tiap cek harus ditarik atas seorang bankir yang mempunyai dana dibawah pengawasannya guna kepentingan penarik, dana mana menurut persetujuan, tegas atau diam-diam, penarik berhak menggunakannya dengan mengeluarkan cek. Dalam pada itu, apabila ketentuan-ketentuan tersebut tidak di-indahkan, alashak itupun selaku cek tetep berlaku juga.
Maksudnya : Bankir adalah setiap orang atau badan yang dalam pekerjaannya secara terus- menerus dan teratur memegang uang guna dipakai segera oleh orang-orang lain mengenai definisi tersebut bankir itu sendiri tidak ada dalam undang-undang. Dalam praktek, bankir itu adalah suatu badan hukum yang disebut bank. Tiap-tiap cek harus diterbitkan oleh seorang bankir, yang mempunyai dana dibawah pengawasannya untuk kepentingan si penerbit. Dana itu menurut perjanjian secara terang-terangan atau secara diam-diam, penerbit berhak untuk mempergunakanya dengan cara menerbitkan cek.
Apabila ketentuan ini dilanggar (tidak diterbitkan oleh seorang bankir), cek tersebut masih tetap berlaku. Biasanya dilakukan dalam usaha yang bersifat pendidikan bagi negara-negara yang belum berkembang yang mempergunakan cek sebagai pembayaran tunai.

KELEMAHAN PASAL 180 KUHD
  1. Kalimat kedua pasal 180 KUHD
Disitu dinyatakan bahwa apabila ketentuan-ketentuan diatas tidak diindahkan, surat cek yang diterbitkan itu tetap berlaku juga. Ini berarti jika penerbit tidak menyediakan dana yang cukup atau mungkin tidak ada dana sama sekali pada tersangkut (bankir), surat cek itu harus dibayar juga oleh bankir. Jika demikian halnya, ketentuan ini jelas bertentangan dengan hakikat penerbitan surat cek yang berlatar belakang suatu perikatan dasar dalam mana penerbit harus sudah menyediakan dana sedikt-dikitnya sama dengan jumlah surat cek itu. Atau penerbit sebagai seorang nasabah yang mempunyai rekening giro harus mempunyai dana yang cukup terlebih dahulu sebelum mnerbita surat cek. Soal dana yang tersedia itu cukup atau tidak, seharusnya penerbit mengetahui dari catatan yang telah dilakukannya.

  1. Sistematik
     Sistematik penempatan Pasal 180 KUHD mendahului Pasal 189 dan 190a KUHD menimbulkan kesan seolah-olah tersangkut (bankir) yang harus menyediakan dana bagi kepentingan penerbit. Padahal menurut Pasal 190a KUHD penerbitlah yang berkewajiban menyediakan dana pada tersangkut (bankir).

  1.  Sejarahnya
Menurut Scheltema, masuknya kalimat kedua Pasal 180 KUHD itu dipersoalkan dalam konferensi Jeneva 1931, dengan alasan bahwa di beberapa negara yang masih terbelakang dalam penggunaan surat cek dalam lalu lintas pembayaran, masih banyak terdapat penyimpangan terhadap ketentuan dalam kalimat pertama pasal itu. Jika hal ini diberi akibat bahwa surat cek tidak sah, akan dirasakan sebagai sanksi yang terlalu berat. Selain itu, syarat yang diminta oleh ketentuan kalimat pertama pasal 180 tidak dapat diketahui apakah dipenuhi atau tidak, sehingga pihak ketiga yang jujur dapat dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 2003. Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Achmad Ichsan. 1976. Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita.
Imam Prayogo, Djoko Prakoso. 1991. Surat Berharga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Tidak ada komentar: